Anxiety is a normal response to stress, and isn’t always a bad thing. Rasa takut dan cemas yang tiba-tiba datang sebenarnya hal yang wajar dialami oleh hampir semua orang dengan sebab yang berbeda-beda. Kadang, fenomena ini disertai gejala fisik seperti jantung berdebar-debar, tangan berkeringat, atau sulit bernapas.
Setelah awal tahun 2021 aku kehilangan sahabat paling dekat (read : QLC Part 1 - Fase Kehilangan), bersamaan dengan itu aku baru saja memulai karir di pekerjaan pertamaku. Masuk di dunia kerja untuk pertama kalinya, menjadi salah satu man power dalam team baru di perusahaan yang baru dibentuk. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ketika terjun di dunia kerja, training kerja hanyalah angin lalu. Setiap orang baru harus punya kecepatan untuk menyesuaikan ritme perusahaan yang sudah berjalan lebih dulu daripada kedatangannya SDM baru. Aku sangat beruntung bergabung dengan perusahaan yang baru, karna artinya aku belum tertinggal jauh, sehingga peluang untuk menyamakan ritme bisa berjalan lebih cepat. Ya walaupun tantangannya juga berat karna harus ‘babat alas’ ygy. Tapi itu pengalaman yang cukup menantang, SERU, and worth to remember !
Chaos. Semua orang tersulut emosi. Aku yang anaknya anti kata-kata
kasar, menjadi penampung dan penengah,
seperti ember yang menampung emosi orang banyak disaat diri sendiri diserang
anxious. Rasanya MashaAllah, ujian kesabaran dimulai. Manusia kecil ini anaknya
gak bisa untuk bercerita ke orang lain mencurahkan isi kepala dan isi hati karna
selalu takut merepotkan dan membebani orang lain karna aku paham sekali, semua
orang sedang ada di fase sulit waktu itu, hanya bisa bercerita pada orang yang
benar-benar hatiku percaya sementara diaryku tempat berkeluh kesah yang paling
aku percaya baru saja dipanggil Tuhan. Ujungnya, hasbunallah wanikmal wakil.
Tiga bulan kesulitan tidur karna stress. Tidak pernah bisa tidur
nyenyak karna tiap kali tidur serasa otaknya masih dalam keadaan berpikir. Otak
rasanya panas, cepat marah, kesulitan fokus, otak makin lemot diajak mikir
jernih dan tentunya kecemasan makin parah. Libur sehari tiap minggu benar-benar
tidak cukup untuk aku membasuh lelah. Mau ambil cuti belum bisa, karna belum
genap setahun btw. Puncaknya, aku kehilangan banyak energi dan tangan guritaku
sudah tidak berfungsi dengan baik. Pertolongan datang, beberapa orang
dihadirkan untuk back up pekerjaanku tapi aku sudah dalam keadaan sangat-sangat
low vibration. BURN OUT.
***
Hands up ! sebagai manusia yang dulunya
punya self esteem lumayan tinggi, rasanya malu ketika dikasih kepercayaan,
digaji, dan disayang tapi gak bisa kasih feedback performa kerja yang lebih dari
benefit yang saya terima. Saat itu aku berpikir tentang sesuatu yang bisa aku
lakukan. Aku menemukan jawabannya. Yaa.. aku butuh jeda, istirahat yang cukup untuk
memulihkan energi tanpa distraksi dan tanpa merugikan orang lain.
Ibarat air keruh, aku butuh waktu untuk tenang supaya kotoran-kotoran dalam air
bisa mengendap dan jernih lagi.
Seperti sudah jadi skenario dari Allah SWT, dengan aku punya
usaha sampingan ternyata sangat membantu aku untuk membuat keputusan lebih
mudah. Ada hal yang lebih penting untukku lebih dari sekedar uang, yaitu sehat
akal, hati, dan fisik. Dan di titik itu pula aku belajar menaruh prioritas
nilai-nilai kehidupan dalam hidupku. Pikirku dulu, ‘ibarat luka kaki, jika aku paksakan berjalan saat cidera tanpa aku
obati dulu, aku justru akan kehilangan kaki untuk melangkah. Tapi jika aku berhenti
dulu untuk mengobatinya, nanti aku bisa melanjutkan langkah yang jauh tidak
hanya dengan berjalan, justru kemungkinan malah bisa berlari lagi.’ Tentu
dengan menyadari bahwa setiap pilihan ada resiko yang bukan sekedar dirasakan, tapi
juga harus ‘dipertanggungjawabkan’. Dengan
bismillahirrohmanirrohim doa dan restu kedua orang tua, akhirnya aku mantap resign
di akhir September 2021 dari pekerjaan pertamaku dan memberi kesempatan untuk
diri ini mengobati kelelahan psikis. Setidak-tidaknya membuat keputusan disaat dalam
keadaan sadar akan lebih mudah dipertanggungjawabkan. Penasaran gak dengan
caraku selanjutnya dalam perjalanan melewati fase quarter life crisis ini? Tunggu
kelanjutan ceritaku di postingan selanjutnya ya, see you !
----
Referensi terkait :

0 komentar