Stress, sedih berkepanjangan, marah, merasa gagal, khawatir/cemas adalah beberapa dari bentuk emosi negatif yang semua orang pasti pernah merasakannya. Sesuatu yang sangat lumrah dan justru menandakan bahwa kita benar-benar seorang ‘manusia’.
Denial. Hal yang dulu paling sering saya lakukan
adalah denial dengan perasaan-perasaan negatif yang muncul. Denial dengan
menganggap ’gak papa kayak gini’, ‘masih baik-baik aja kok, jadi gak papa’, ‘bisaa,
pasti bisa’ dan kalimat positivity lainnya.
Sebenarnya
tidak sepenuhnya salah, jika kadang saat emosi-emosi negatif itu muncul diredam
dengan sugesti positif. Hanya saja, jika
terlalu sering dilakukan justru akan jadi bom waktu. Tanpa disadari,
sugesti-sugesti positif yang diberikan untuk diri sendiri saat sedang diserang
emosi negatif adalah bentuk melarikan diri dari emosi negatif itu. Melarikan
diri, tidak mau merasakan emosi negatif padahal secara nyata dan secara alami, emosi negatif itu memang wajar kadang-kala hadir
dalam hari-hari kita. Kita harus menyadari dan menerima emosi itu agar bisa
mengendalikannya lebih baik.
Setelah melalui fase kecemasan berlebih akibat burnout (read : QLC Part 2) saya akhirnya mempelajari cara bertahan dalam fase yang menguras energi itu, yaitu dengan cara menghadapi emosi negatif secara sadar. Lalu cara sederhana apa yang saya lakukan?
1. Mengatur Pernapasan
Hal pertama yang bisa saya lakukan saat pikiran tidak karuan dan membuat perasaan ikut kalut adalah dengan mengatur napas. Hampir semua orang yang sedang menghadapi emosi negatif dadanya cenderung lebih sesak untuk bernapas sehingga justru mengundang kecemasan. Tarik napas dalam-dalam dan meniupkan pelan lewat mulut saya lakukan berkali-kali sampai saya merasa lebih tenang dari sebelumnya. Karna saya seorang muslim, seringnya ambil dan buang napas dengan ber-istigfar. Hal ini cukup membantu sedikit meredam emosi sesaat.
2. Mencari Zona Kondusif Untuk Relaksasi
Cara
kedua yang saya lakukan setelah merasa sedikit lapang napasnya adalah dengan
cara mencari zona kondusif yang membuat diri lebih rileks. Sepertinya
masing-masing orang memiliki pattern berbeda, ada yang rileks dengan berada di
tempat yang lapang, ada juga yang justru sebaliknya, lebih rileks dengan tempat
yang sepi dan tertutup. Ada yang dengan melihat tanaman hijau, ada yang harus
dipeluk, dan lain sebagainya. Saya sendiri sebenarnya cukup unik, tidak tahu
kenapa, seringnya ‘jongkok’ sambil
merangkul kaki adalah pertolongan kedua yang buat saya lebih merasa tenang.
Sepertinya ini bentuk alam bawah sadar saya, saya punya pengalaman saat masih
TK takut dengan anjing bukannya lari malah jongkok :D
3. Diam Bercermin, Mengamati Mimik Wajah Lalu Ngobrol Dengan Diri Sendiri
Setelah
jongkok beberapa saat, pikiran saya biasanya jadi lebih kalem, lebih stabil.
Lalu saya lanjutkan dengan ke toilet untuk diam bercermin sambil mengamati
ekspresi wajah lalu memfokuskan melihat mata. Sejauh ini, menatap mata sendiri
lewat cermin bisa juga sedikit menambah energi untuk saya. Alasannya, kalau
menatap mata lain takutnya jatuh cinta sih, hehe tolong ini bercanda ygy
J
Sambil
lihatin mata sendiri, sambil ajak bicara diri sendiri. Saya menyebutnya sesi ‘deep inside’. Misal saya sedang marah,
saya akan Tanya ke diri sendiri “Are you
okey? Kamu marah kan? Marah gak papa yang penting jangan sampai nyakitin orang
lain ya tik.”
Btw,
ini biasanya saya cari cermin yang agak besar biar kepala sampai dada terlihat,
bukan cermin bedak yaaa :D
4. Tersenyum Sambil Napas Tenang
Sembari
ngomong sama diri sendiri lewat cermin, di penghujung obrolan saya berusaha
menampilkan senyuman. Menarik kedua ujung bibir lebih lebar, sedikit ngaruh di
dada. Terasa lebih lapang dan tenang. Kadang senyum sambil menepuk pundak juga.
Good girl !
5. Berserah dan Berdoa Minta Kekuatan
Satu
waktu ada teman saya pernah berucap, Allah itu maha membolak-balikkan hati
manusia Tik. Serahkan semuanya, kembalikan ke Allah kalo kamu ngerasa gak
baik-baik aja. Setelah “meresapi”
ucapannya, saya bentuk keyakinan dalam hati dan meyakini bahwa Allah memang Maha
membolak-balikkan hati. Meskipun sulit bagi saya mengendalikan perasaan emosi, tapi
sangat mudah bagi Allah untuk menggenggam hati saya dan memasukkan perasaan
lain yang lebih baik ke dalam hati saya.
QS
Annisa : 79
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah,
dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami
mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi
saksi.”
Maka dari itu, jika setelah berusaha mengendalikan diri tapi
masih saja kesulitan, saya sering terngiang kajian Uztad Hanan Ataki, “Tenaaang,
ada Allah”. Sampai dengan saat ini sedang membiasakan diri untuk menyerahkan
lagi perasaan saya pada Dzat yang Maha Menyempitkan, Dzat Yang Melapangkan (Al-Qabidh
Al-Basith) baik itu perasaan negatif, maupun perasaan cinta. Ya walaupun
sulit, tapi memang harus dicoba begitu. Karna gak mungkin mengandalkan diri
sendiri. Ada Allah di atas seluruh makhluk, yang mana tiap hal sekecil apapun
sudah dibilang untuk minta sama Allah pasti Allah kasih, gak terkecuali minta
ditenangnkan pikiran dan batinnya saat menghadapi emosi negatif.
Beberapa
cara di atas adalah berdasarkan pengalaman yang pernah saya lakukan. Saya
bersyukur dan beruntung diberikan titipan sama Allah berupa orang-orang baik
dan supportif yang banyak sekali nasihat baiknya saya coba rekam dan coba
terapkan sesuai kebutuhan saya. Pada intinya, apa yang saya bagikan ini adalah
hasil berdinamika dengan sesama manusia dengan karakter yang berbeda-beda.
Semoga hal baik yang orang-orang pernah titipkan lewat saya juga bisa sampai
untuk teman-teman yang membaca ini dan merasa butuh pandangan baru menghadapi
emosinya masing-masing dengan cara yang cukup sederhana itu. Jangan lupa ambil
baiknya, buang buruknya ya !
Noted
:
Setiap
orang memiliki pattern tersendiri
dalam menghadapi emosi negatif pada dirinya. Cari tahu dan mengenali pattern diri sendiri bisa memudahkan
kita menghadapi emosi negatif secara mandiri.
Sampai jumpa di part selanjutnya !

0 komentar