Perjalanan menyadari dan menerima emosi negative telah
dilakukan. Dampak positif di fase itu adalah menjadi lebih “mindful” atau
“berkesadaran” di hari-hari setelahnya. Yang tadinya sulit mengajak otak untuk
berpikir lebih jernih dan rasional, “berkesadaran” sangat membantu diri
mengkondisikan hal itu.
Pada praktiknya, menyadari dan melakukan penerimaan yang baik
membutuhkan ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa dapat hadir ketika kita bisa
terhindar dari berbagai macam distraksi entah dari orang lain, situasi dan
kondisi lingkungan sekitar, ataupun riuh gemuruhnya perang antara batin dan
otak dalam diri sendiri.
Setiap orang pasti memiliki pola yang berbeda dalam menemukan
ketenangan jiwanya. Setelah post sebelumnya aku menuliskan cara instant
bertahan dalam suasana hati yang buruk di postingan yang ini , kali ini yang akan aku bahas adalah
pola yang aku praktikkan dalam membentuk ketenangan diri ‘dari dalam’ sebagai
upaya menyembuhkan diri sendiri.
***
Secara logika, ketika seseorang “sadar” akan sesuatu yang
buruk atau tidak baik sedang bersemayam dalam diri, gerak reflek tubuh akan
selalu memberikan penolakan pada hal buruk tersebut dengan ditandai adanya
perasaan-perasaan yang tidak nyaman. Sebagaimana hukum aksi-reaksi, ada “buruk”
pasti ada “baik” juga. Dengan menyadari bahwa ada hal-hal dalam diri yang rusak
artinya ada yang harus segera dibenahi, ada yang sakit harus segera diobati.
Maka dari itu, memberikan ruang private untuk diri sendiri
sebagai sarana self healing aku lakukan, antara lain dengan hal-hal berikut ini:
1. Mengurangi Interaksi Sementara Waktu
Masa remaja, aku sangat senang jika
waktuku habis untuk terlibat aktif dalam beberapa kegiatan organisasi
kepemudaan ataupun kegiatan baru seperti pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan
minat bakatku. Bagiku, disana adalah tempat melatih softskill untuk membekali
kehidupan di masa yang akan datang. Hampir setiap hari selalu saja ada kegiatan
yang aku lakukan dan pasti berinteraksi dengan orang baru.
Dulu, aku senang sekali berjejaring
dengan orang-orang baru. Aku bisa mendapatkan banyak insight baru juga dari
mereka. Namun, semuanya berubah ketika aku mengalami kelelahan mental. Emosi
negative yang datang akan selalu menguras tenaga, sehingga badan menjadi lebih
cepat lemas meskipun hanya digunakan untuk beraktivitas ringan. Bertemu dengan
banyak orang saat kondisi sedang demikian rasanya cukup berat karena energi
bisa terkuras habis apalagi untuk para introvert sepertiku. Dari situlah aku
memutuskan untuk mengurangi intensitas bertemu orang lain dengan
mengurangi kegiatan-kegiatanku untuk sementara waktu.
2. Mencari Support System
Setelah mengurangi kegiatan di luar rumah, aku lebih banyak
menghabiskan hari-hariku di dalam rumah dan melakukan bonding lebih kuat dengan
ibuku, orang terdekat pertama dalam hidupku. Aku sangat bersyukur Allah SWT
masih kasih kesempatan waktu untuk bisa bersama ibu. Beliaulah yang menemani
dan sabar menghadapiku dengan banyak mengajak bicara dan menasehati banyak hal
sembari membesarkan hatiku. Satu hal nasehat yang paling merasuk sanubariku, “menghadapi
segala masalah dan keadaan kunci utamanya itu ‘sabar’. Coba digelar
(read: diurai) – digulung (read: diringkas) apa yang membuat stress,
lepaskan.”
Disini, walaupun interaksi dengan
orang luar berkurang, bukan berarti benar-benar terputus konektivitas dengan
orang lain. Mencari support system itu penting dan sangat dibutuhkan. Carilah
support system dari orang yang paling dipercaya dan diyakini disekitar kita,
jika tidak menemukan, sangat disarankan mencari bantuan professional dari
psikolog atau pskiater yang ada dalam jangkauan kita. Dengan begitu, kita akan
dapat tambahan energi menjadi lebih kuat dalam menjalani fase-fase sulit dalam
kehidupan.
3. Membatasi Penggunaan Media Sosial
Sebagai pengguna media social aktif, pada masa-masa
membutuhkan ketenangan jiwa, menonaktifkan sementara waktu media social adalah
hal yang saya lakukan. Atau, tidak apa-apa untuk mute postingan orang lain yang
kita rasa terlalu ‘berisik’. Tidak apa-apa untuk buat akun baru dengan lingkar
pertemanan yang lebih private dan sehat. Yang penting, harus tetap bisa
mengendalikan diri untuk tidak melewati batas mengumbar kesedihan di social
media secara berlebihan, itu tidak baik.
Pada tahap ini, bukan hanya akun Instagram yang saya
non-aktifkan. Aku berganti kontak baru dan hanya mengabarkan pada beberapa
orang tertentu. Aku terharu ketika tiba-tiba seorang teman menghubungiku melalui pesan WhatsApp ke nomor baruku, menanyakan kabar karena melihat aku lama tidak aktif di Instagram maupun di WhatsApp. Anies Pungkas, barakallah and
thank you for reach me ya Aniess.
4. Melakukan Journaling & Meditasi
Dulu, saat aku sedang dipuncak stress, caraku melepaskan
stress itu adalah dengan tidak memikirkan apa-apa dan hanya duduk termenung sambil
merasakan aliran napas. Orang-orang menyebutnya meditasi. Terasa kosong, tapi
setidaknya bisa sesaat isi kepala ini terasa ringan.
Selain itu, journaling ini sempat aku lakukan hampir tiap
hari di tiap pagi sambil menyeduh kopi dan lihat tanaman di depan kaca pintu
ruang kerja favoritku. Aku menuliskan apapun yang ingin aku tulis.
Termasuk perasaan hati, hal-hal yang aku syukuri, kilas balik perjalanan diri,
ataupun harapan-harapan dan ide-ide yang tiba-tiba mucul. Tuliskan bebas,
sebebas-bebasnya..
5. Melakukan Hobi
Nyatanya, kadang kala orang yang sedang depresi akan
menemukan titik dimana dia tidak bisa lagi merasakan kesenangan pada hal-hal
yang semula sangat ia senangi. Aku suka bunga, itulah sebabnya aku punya usaha
sampingan florist. Lagi-lagi aku rasa aku sangat disayang sama Allah dan
seperti seolah sudah disiapkan scenario terbaik untukku. Resign dari tempat
kerja tentu salah satu sumber pendapatan jadi tertutup. Setelah sempat meliburkan
operasional floristku, mau tidak mau aku
harus kembali melakukan hobiku sambil membuka jalan rejeki lainnya meskipun di
awal rasanya masih cukup berat.
Setiap pagi melihat bunga-bunga yang cantik. Warna-warni
wraping tertata rapi menggantung di rak. Mix and match bebungaan dan membiarkan
tangan lentikku melipat dan mengemas wraping untuk jadi sebuah buket bunga yang
cantik ternyata sangat membantu aku untuk mengisi perasaanku sendiri berangsur-angsur
jadi lebih baik.
6. Berolahraga
Saat kesehatan mental sedang terganggu, pasti rasanya setiap
hari tidak berenergi. Apalagi untuk orang yang mengalami depresi, kadar
serotonin dalam otak biasanya kurang, dan salah satu hal yang bisa membantu
mengisi asupan serotonin adalah olahraga.
Memilih olahraga yang ringan dan paling disukai itu penting.
Aku memilih bersepeda untuk membantu memulihkan diri. Aku ingat untuk pertama
kalinya aku bersepeda keluar rumah setelah beberapa bulan mengasingkan diri
rasanya seperti hatiku secara otomatis menjadi lebih terbuka. Memandang sekeliling
lebih luas dan menghirup udara lebih banyak. Untungnya, tinggal di desa membantuku bisa dapat asupan udara yang masih sehat. Alhamdulillah…
Ada banyak cara lainnya yang bisa dilakukan untuk melakukan
recovery pada diri sendiri. Kuncinya adalah KITANYA SENDIRI HARUS BERSEDIA
untuk melangkah dari keadaan buruk itu. Karna saat seperti itu, orang lain pun
akan kesulitan untuk memahami kita. Kalau bukan kita sendiri yang menyediakan
diri untuk melangkah, kita gak akan pernah keluar dari keadaan itu. Semangat ya
!!

0 komentar