QLC Part 4 - Fase Menarik Diri dan Self Recovery

By tkkarsm - Oktober 01, 2023

 


Perjalanan menyadari dan menerima emosi negative telah dilakukan. Dampak positif di fase itu adalah menjadi lebih “mindful” atau “berkesadaran” di hari-hari setelahnya. Yang tadinya sulit mengajak otak untuk berpikir lebih jernih dan rasional, “berkesadaran” sangat membantu diri mengkondisikan hal itu.

Pada praktiknya, menyadari dan melakukan penerimaan yang baik membutuhkan ketenangan jiwa. Ketenangan jiwa dapat hadir ketika kita bisa terhindar dari berbagai macam distraksi entah dari orang lain, situasi dan kondisi lingkungan sekitar, ataupun riuh gemuruhnya perang antara batin dan otak dalam diri sendiri.

Setiap orang pasti memiliki pola yang berbeda dalam menemukan ketenangan jiwanya. Setelah post sebelumnya aku menuliskan cara instant bertahan dalam suasana hati yang buruk di postingan yang ini , kali ini yang akan aku bahas adalah pola yang aku praktikkan dalam membentuk ketenangan diri ‘dari dalam’ sebagai upaya menyembuhkan diri sendiri.

***

Secara logika, ketika seseorang “sadar” akan sesuatu yang buruk atau tidak baik sedang bersemayam dalam diri, gerak reflek tubuh akan selalu memberikan penolakan pada hal buruk tersebut dengan ditandai adanya perasaan-perasaan yang tidak nyaman. Sebagaimana hukum aksi-reaksi, ada “buruk” pasti ada “baik” juga. Dengan menyadari bahwa ada hal-hal dalam diri yang rusak artinya ada yang harus segera dibenahi, ada yang sakit harus segera diobati.

Maka dari itu, memberikan ruang private untuk diri sendiri sebagai sarana self healing aku lakukan, antara lain dengan hal-hal berikut ini:

1.      Mengurangi Interaksi Sementara Waktu

Masa remaja, aku sangat senang jika waktuku habis untuk terlibat aktif dalam beberapa kegiatan organisasi kepemudaan ataupun kegiatan baru seperti pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan minat bakatku. Bagiku, disana adalah tempat melatih softskill untuk membekali kehidupan di masa yang akan datang. Hampir setiap hari selalu saja ada kegiatan yang aku lakukan dan pasti berinteraksi dengan orang baru.

Dulu, aku senang sekali berjejaring dengan orang-orang baru. Aku bisa mendapatkan banyak insight baru juga dari mereka. Namun, semuanya berubah ketika aku mengalami kelelahan mental. Emosi negative yang datang akan selalu menguras tenaga, sehingga badan menjadi lebih cepat lemas meskipun hanya digunakan untuk beraktivitas ringan. Bertemu dengan banyak orang saat kondisi sedang demikian rasanya cukup berat karena energi bisa terkuras habis apalagi untuk para introvert sepertiku. Dari situlah aku memutuskan untuk mengurangi intensitas bertemu orang lain dengan mengurangi kegiatan-kegiatanku untuk sementara waktu.


2.      Mencari Support System

Setelah mengurangi  kegiatan di luar rumah, aku lebih banyak menghabiskan hari-hariku di dalam rumah dan melakukan bonding lebih kuat dengan ibuku, orang terdekat pertama dalam hidupku. Aku sangat bersyukur Allah SWT masih kasih kesempatan waktu untuk bisa bersama ibu. Beliaulah yang menemani dan sabar menghadapiku dengan banyak mengajak bicara dan menasehati banyak hal sembari membesarkan hatiku. Satu hal nasehat yang paling merasuk sanubariku, “menghadapi segala masalah dan keadaan kunci utamanya itu ‘sabar’. Coba digelar (read: diurai) – digulung (read: diringkas) apa yang membuat stress, lepaskan.”

Disini, walaupun interaksi dengan orang luar berkurang, bukan berarti benar-benar terputus konektivitas dengan orang lain. Mencari support system itu penting dan sangat dibutuhkan. Carilah support system dari orang yang paling dipercaya dan diyakini disekitar kita, jika tidak menemukan, sangat disarankan mencari bantuan professional dari psikolog atau pskiater yang ada dalam jangkauan kita. Dengan begitu, kita akan dapat tambahan energi menjadi lebih kuat dalam menjalani fase-fase sulit dalam kehidupan.

 

3.      Membatasi Penggunaan Media Sosial

Sebagai pengguna media social aktif, pada masa-masa membutuhkan ketenangan jiwa, menonaktifkan sementara waktu media social adalah hal yang saya lakukan. Atau, tidak apa-apa untuk mute postingan orang lain yang kita rasa terlalu ‘berisik’. Tidak apa-apa untuk buat akun baru dengan lingkar pertemanan yang lebih private dan sehat. Yang penting, harus tetap bisa mengendalikan diri untuk tidak melewati batas mengumbar kesedihan di social media secara berlebihan, itu tidak baik.

Pada tahap ini, bukan hanya akun Instagram yang saya non-aktifkan. Aku berganti kontak baru dan hanya mengabarkan pada beberapa orang tertentu. Aku terharu ketika tiba-tiba seorang teman menghubungiku melalui pesan WhatsApp ke nomor baruku, menanyakan kabar karena melihat aku lama tidak aktif di Instagram maupun di WhatsApp. Anies Pungkas, barakallah and thank you for reach me ya Aniess.


4.      Melakukan Journaling & Meditasi

Dulu, saat aku sedang dipuncak stress, caraku melepaskan stress itu adalah dengan tidak memikirkan apa-apa dan hanya duduk termenung sambil merasakan aliran napas. Orang-orang menyebutnya meditasi. Terasa kosong, tapi setidaknya bisa sesaat isi kepala ini terasa ringan.

Selain itu, journaling ini sempat aku lakukan hampir tiap hari di tiap pagi sambil menyeduh kopi dan lihat tanaman di depan kaca pintu ruang kerja favoritku. Aku menuliskan apapun yang ingin aku tulis. Termasuk perasaan hati, hal-hal yang aku syukuri, kilas balik perjalanan diri, ataupun harapan-harapan dan ide-ide yang tiba-tiba mucul. Tuliskan bebas, sebebas-bebasnya..

 

5.      Melakukan Hobi

Nyatanya, kadang kala orang yang sedang depresi akan menemukan titik dimana dia tidak bisa lagi merasakan kesenangan pada hal-hal yang semula sangat ia senangi. Aku suka bunga, itulah sebabnya aku punya usaha sampingan florist. Lagi-lagi aku rasa aku sangat disayang sama Allah dan seperti seolah sudah disiapkan scenario terbaik untukku. Resign dari tempat kerja tentu salah satu sumber pendapatan jadi tertutup. Setelah sempat meliburkan operasional  floristku, mau tidak mau aku harus kembali melakukan hobiku sambil membuka jalan rejeki lainnya meskipun di awal rasanya masih cukup berat.

Setiap pagi melihat bunga-bunga yang cantik. Warna-warni wraping tertata rapi menggantung di rak. Mix and match bebungaan dan membiarkan tangan lentikku melipat dan mengemas wraping untuk jadi sebuah buket bunga yang cantik ternyata sangat membantu aku untuk mengisi perasaanku sendiri berangsur-angsur jadi lebih baik.


6.      Berolahraga

Saat kesehatan mental sedang terganggu, pasti rasanya setiap hari tidak berenergi. Apalagi untuk orang yang mengalami depresi, kadar serotonin dalam otak biasanya kurang, dan salah satu hal yang bisa membantu mengisi asupan serotonin adalah olahraga.

Memilih olahraga yang ringan dan paling disukai itu penting. Aku memilih bersepeda untuk membantu memulihkan diri. Aku ingat untuk pertama kalinya aku bersepeda keluar rumah setelah beberapa bulan mengasingkan diri rasanya seperti hatiku secara otomatis menjadi lebih terbuka. Memandang sekeliling lebih luas dan menghirup udara lebih banyak. Untungnya, tinggal di desa membantuku bisa dapat asupan udara yang masih sehat. Alhamdulillah…

 

Ada banyak cara lainnya yang bisa dilakukan untuk melakukan recovery pada diri sendiri. Kuncinya adalah KITANYA SENDIRI HARUS BERSEDIA untuk melangkah dari keadaan buruk itu. Karna saat seperti itu, orang lain pun akan kesulitan untuk memahami kita. Kalau bukan kita sendiri yang menyediakan diri untuk melangkah, kita gak akan pernah keluar dari keadaan itu. Semangat ya !!


 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar